Kamis, 11 Maret 2010

Mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Air "Three Gorges" Sistem Canggih, Daya 22.400 MW hanya Dikontrol Dua Orang


RUANG KONTROL. Gubernur Sulbar H Anwar Adnan Saleh (tengah) didampingi Direktur BUMD Sulbar Hary Warganegara (kanan), menyaksikan dari dekat aktivitas proses pengontrolan dam Three Gorges dari balik kaca. Gambar direkam Selasa 9 Maret. (FOTO JUSUF AR/FAJAR)
Siapa sangka pembangkit listrik tenaga air (PLTA) terbesar di dunia sebagian besar aktivitasnya hanya dikontrol oleh dua orang. Penulis berkesempatan menyaksikannya secara langsung.

Rombongan Pemprov Sulbar yang dipimpin Gubernur Anwar Adnan Saleh sangat istimewa di mata pimpinan China Gezhouba Group Company (CGGC). Dalam kunjungan ke lokasi Dam PLTA terbesar di dunia itu, rombongan berkesempatan mengakses wilayah-wilayah terlarang. Mulai dari generator pembangkit listriknya, hingga ke ruang kontrol yang merupakan jantung Three Gorges.

Seperti jalan-jalan lainnya di China, jalan menuju lokasi dam sangat mulus. Dengan jalanan beton hingga di atas gunung, perjalanan benar-benar tanpa gangguan. Ini disebabkan oleh karena jalanan tersebut sebagian besar diperuntukkan bagi akses ke dam.

Yang menarik, kita harus melewati empat terowongan yang hampir bersambung satu sama lain. Yang terpanjang mencapai empat kilometer. Terowongan tersebut dibuat sebagai bagian dari proyek dam yang mengaliri listrik sepanjang 1000 kilometer hingga Sanghai. Dari aliran sungai sepanjang 6000 kilometer, Three Gorges mampu mengaliri sepuluh provinsi di bagian tengah dan selatan negeri tirai bambu itu.

Dam Three Gorges yang mulai digarap tahun 1992 itu, sudah menjadi bagian dari objek wisata menarik di Yichang, sebuah kotamadya di daratan China. Rombongan Pemprov Sulbar yang sejak dari tanah air sudah tak sabaran melihat dari dekat dam tersebut, langsung terkesima.

Bukan karena kebesaran bangunan maupun kekuatan daya yang dihasilkannya, tetapi karena di wilayah yang masih terus melakukan pengembangan ini, tidak begitu banyak terlihat tenaga kerja.

Di beberapa sudut jalan hanya terlihat petugas pengamanan internal CGGC dan beberapa polisi maupun petugas bersenjata. Namun mereka tampak biasa saja, tidak seserius yang dibayangkan sebelumnya untuk sebuah proyek strategis seperti itu.

Rombongan kami begitu leluasa melewati penjagaan ketat sebelum sampai pada pusat kontrol dam yang disebut three gorges left bank power station. Padahal, proyek ini sangat vital. Kami benar-benar diperlakukan begitu sangat istimewa.

Pemeriksaan terhadap anggota rombongan kami memang sangat longgar. Pemeriksaan dengan melewati detektor khusus hanya ketika kami memasuki ruang super VIP, di mana terdapat ruang display komputer monitor yang hampir memenuhi ruangan kaca.

Perlakuan itu jelas jauh berbeda dengan pemeriksaan di bandara penerbangan domestik dari Beijing ke Yichang. Di bandara itu, setiap orang harus digeledah seluruh badan dan bawaannya satu persatu, termasuk isi dompet.

Meski begitu, penjagaan tetap terlihat ketat. Saking ketatnya, pintu masuk bangunan berdinding beton tebal hanya dibuka untuk seukuran manusia, meski bangunan pintunya cukup besar, sekira lebar 10 m dan tinggi 6 m. Masing-masing ruangan dijaga seorang petugas tanpa senjata. Kecuali atap, sisi kiri kanan bangunan adalah tembok beton tebal dan kokoh yang tingginya sekira 50 m.

Melewati pintu seukuran pintu rumah pada umumnya, kami langsung berada di ruang generator pembangkit yang terdiri atas 32 unit dengan kekuatan masing-masing sebesar 700 MW. Artinya, daya yang tersedia sebesar 22.400 MW.

Bandingkan dengan total daya yang dimiliki Indonesia yang hanya mencapai 28.000 MW. Itupun hanya enam persen di antaranya yang menggunakan tenaga air (hydropower).

Yang luar biasa adalah petugasnya hanya dua orang, atau maksimal enam orang. Tapi, biasanya hanya dua orang yang terbagi atas empat shif, masing-masing bertugas enam jam. Artinya, daya sebesar 22.400 MW itu hanya dikontrol oleh dua orang itu selama 24 jam tiap hari.

Petugas lainnya hanya mengawasi bagian luar dari operasionalisasi dam. Mereka bekerja sangat efektif untuk ukuran tenaga kerja di proyek besar. Mungkinkah ini terjadi di tanah air?

"Kita menjadi semakin percaya dan haqqul yaqin (percaya sepenuh hati, red) bahwa CGGC memang sangat profesional di bidangnya untuk membangun PLTA Karama," ujar Kepala Bappeda Sulbar, M Hatta Latief mengomentari kecanggihan dam dan kesungguhan CGGC menangani proyek raksasa.

Kekaguman Hatta cukup beralasan, bahwa dengan kerja sama tersebut sangat besar manfaatnya. Tidak hanya bagi Sulbar yang memiliki sumber daya alam sangat besar, melainkan juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sebab, lambat laun akan terjadi transfer ilmu pengetahuan (knowledge) ke putra putri Indonesia kelak. (*)

Tidak ada komentar: